Bandar Judi Bulu Tangkis Online Indonesia – Bulu tangkis atau badminton adalah sebuah olahraga raket yang dimainkan oleh dua orang atau dua pasangan yang saling berhadapan. Olahraga ini menjadi salah satu yang paling diminati oleh banyak orang. Selain itu, permainan bulu tangkis pun sangat asyik dimainkan dengan orang-orang terdekat.
Bulu tangkis pertama kali berasal dari Mesir Kuno sejak kurang dari 2.000 tahun lalu. Namun, ada yang mengatakan bahwa olahraga ini muncul pertama kali dari Tiongkok dengan nama Jianzi. Namun, di masa lalu olahraga Jianzi hanya menggunakan kok, tanpa raket.
Setiap kali ada pertandingan bulu tangkis, bisa dipastikan banyak masyarakat yang memenuhi gedung olahraga untuk menyaksikan keseruannya. Olahraga ini pun digemari berbagai kalangan, baik muda maupun tua. Bahkan bulu tangkis tidak hanya tenar di Indonesia, tapi juga di luar negeri. Hal itu terbukti dari banyaknya kompetisi atau kejuaraan khusus bulu tangkis yang digelar setiap tahun. Banyak pula atlet-atlet handal dan berprestasi yang bermunculan pada setiap periode.
Tak hanya soal keseruannya saja, penghasilan sebagai atlet bulu tangkis juga cukup menjanjikan. Seperti halnya atlet-atlet Indonesia dan dunia yang mendulang kejayaan setelah mampu menaklukkan lawannya dari berbagai negara.
Sejarah Bulu Tangkis Dunia
Di masa lalu, tepatnya pada zaman pertengahan di Inggris, bulu tangkis adalah permainan tradisional yang sering dimainkan anak-anak. Nama permainan ini adalah ‘Battledore’ atau ‘Shuttlecock’. Cara bermainnya adalah dengan menggunakan tongkat dan kok.
Permainan bulu tangkis mulai dikenal masyarakat dunia sejak abad ke-17. Dalam bahasa Inggris, bulu tangkis disebut dengan istilah ‘badminton’ yang diambil dari nama salah satu istana di Inggris yaitu Badminton House milik keluarga Duke of Beafourt.
Keluarga bangsawan Beafourt sering menggelar perlombaan bulu tangkis. Yang berbeda, permainan ini dimainkan dengan penambahan tali di bagian tengah untuk memisahkan antar kedua pemain.
Penambahan tali itulah yang kemudian menjadi cikal bakal permainan bulu tangkis. Hingga akhir 1850-an, permainan ‘Battledore’ dan ‘Shuttlecock’ berkembang pesat. Tahun 1960-an, Issax Spraat membuat pamflet permainan bulu tangkis dan diubah menjadi ‘Badminton Battledore a New Game’.
Sejarah Bulu Tangkis Indonesia
Di Indonesia sendiri, bulu tangkis dikenal sejak tahun 1930-an. Saat itu, olahraga bulu tangkis berada di bawah perkumpulan Ikatan Sport Indonesia (ISI). Bulu tangkis sempat dilupakan saat Indonesia berada dalam masa perang. Namun, hidup kembali di tahun 1947.
Bulu tangkis di Indonesia berkembang cukup pesat, terlihat dari tahun 1948 saat kampanye Presiden Soekarno. Saat itu, Soekarno menyerukan ‘National Building’ atau gerakan dalam membangun bangsa. Bulu tangkis sendiri diperkenalkan sebagai salah satu cabang olahraga saat itu.
Tak sampai di situ, Presiden Soekarno juga mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 263/1953 yang merencanakan Indonesia akan berada di posisi 10 besar dunia untuk cabang olahraga bulu tangkis.
Hal itu pun terwujud di tahun 1958, di mana untuk pertama kalinya dalam sejarah, Indonesia sukses menjuarai Thomas Cup di Singapura. Hingga saat ini, bulu tangkis menjadi olahraga paling banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Atlet-atlet berbakat Indonesia pun sudah banyak mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional, dan terus bertambah hingga saat ini.
Terbentuknya Persatuan Bulu Tangkis Indonesia
Setelah terbentuknya PORI, organisasi khusus bulu tangkis pun terbentuk, yaitu Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) pada tanggal 5 Mei 1951. Tim bulu tangkis Indonesia pernah tergabung dalam IBF pada tahun 1953, dan pada tahun 1958 Indonesia turun dalam kejuaraan piala Thomas yang dilakukan di Singapura.
Indonesia Mulai Diperhitungkan di Mata Dunia
Dalam sejarah bulu tangkis, pada era 1950-an, negara Amerika, Denmark, Inggris, Malaysia, dan Thailand adalah tim bulu tangkis yang disegani di masa itu. Namun, Indonesia justru tampil luar biasa dengan penampilan yang membuat Tan Joe Hook dan Ferry Sonnevile masuk ke “All Indonesian Final”.
Meski saat itu, Indonesia termasuk negara yang sedang berada dalam masa sulit dan tidak ada pendanaan melimpah untuk pembinaan olahraga bulu tangkis.
Prestasi Bulu Tangkis Indonesia
Beberapa prestasi telah diraih oleh tim bulu tangkis Indonesia selama masa kejayaannya di tahun 1960 hingga 1970-an. Pada 1961, Indonesia sukses menundukkan Thailand di babak final dan merebut gelar juara. Lalu pada 1964, Indonesia sukses menjadi juara setelah mempecundangi Denmark pada piala Thomas di Tokyo, Jepang.
Kemunculan Pemain Legenda Indonesia
Pada masa ini juga muncul beberapa pemain yang melegenda. Salah satunya adalah Rudy Hartono yang namanya berhasil dicatat dalam Guinness Book of World Records yang menjadi peraih juara All-England. Selain itu, pemain tim ganda putra Indonesia, Tjuntjun dan Johan Wahyudi berhasil meraih juara ganda putra 6 kali.
Sayangnya, Indonesia pernah gagal di piala Thomas yang diadakan di rumah sendiri yaitu di Jakarta (1967). Tetapi, Indonesia dapat membalas kekalahan pada piala Thomas di negeri seberang yaitu Kuala Lumpur, Malaysia.
Persaingan dengan Bulu Tangkis China
Pada tahun 1980, China mulai menjadi saingan terbesar dan di ajang All England, Liem Swie King yang mewakili Indonesia hanya mampu meraih juara pada tahun 1981. Selanjutnya, pada ajang piala Thomas tim Indonesia hanya mampu memenangkan kejuaraan di piala Thomas 1984 di Kuala Lumpur.
Medali Emas Badminton Pertama Indonesia
Baru pada 1990 hingga 2000, Indonesia kembali bangkit dengan mencetak sejarah baru di tahun 1992 pada Olimpiade Barcelona. Untuk pertama kalinya Indonesia berhasil memenangkan medali emas.
Bulu tangkis menggondol 2 emas, 2 perak dan 1 perunggu. Selain itu, 1 medali emas, 1 perak dan 2 perunggu berhasil dibawa pulang oleh ganda putra Rexy Mainaky dan Ricky Subagja pada Olimpiade Atlanta tahun 1996.
Juara di Piala Thomas dan Uber
Selain Olimpiade, tim bulu tangkis Indonesia juga unjuk gigi di berbagai piala bergengsi lainnya. Piala Thomas diraih 5 kali berturut-turut pada 1994 hingga 2002. Sementara itu, Ardi Wiranata pada tahun 1991 dan Haryanto Arbi pafa tahun 1993 dan 1994, mendapat gelar juara sebanyak tiga kali. Dalam kejuaraan piala Uber, Indonesia berhasil menjadi juara 2 kali, yakni pada 1994 dan 1996.
Legenda Tunggal Putra Bulu Tangkis Indonesia
Indonesia merupakan salah satu kekuataan bulu tangkis di dunia. Indonesia selalu melahirkan talenta-talenta berbakat yang mampu berbicara banyak di persaingan dunia.
Salah satu kekuatan utama Indonesia dalam bulu tangkis adalah di sektor ganda putra. Tim Merah putih juga kuat di nomor tunggal putra.
Saat ini Indonesia memiliki Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie dalam persaingan tunggal putra dunia. Mereka berada dalam peringkat 10 besar dunia, bersama dengan para pebulu tangkis elit lainnya.
Sayangnya, Anthony dan Jonatan belum bisa membawa pulang gelar di kejuaraan-kejuaraan besar seperti All England, Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis, ataupun Olimpiade. Namun, mereka masih memiliki banyak waktu untuk mendapatkan gelar-gelar bergengsi tersebut.
Melihat ke belakang, sudah banyak pebulu tangkis yang mengharumkan nama Indonesia dan mengibarkan bendera Merah Putih.
Di nomor tunggal putra, Indonesia pernah memiliki sejumlah nama pebulu tangkis dengan prestasi luar biasa. Hingga saat ini mereka masih dikenang sebagai legenda karena prestasi mereka di dunia bulu tangkis.
Siapa saja mereka? Berikut ini adalah beberapa pebulu tangkis tunggal putra Indonesia dengan catatan prestasi yang luar biasa.
Tan Joe Hok
Tan Joe Hok menjadi salah satu pebulu tangkis andalan Indonesia di era 60-an. Bisa dibilang pria yang dikenal juga dengan nama Hendra Kartanegara ini adalah pionir atlet bulu tangkis Indonesia yang memiliki prestasi kelas dunia.
Tan adalah perintis tim Piala Thomas Indonesia. Ia adalah salah satu dari anggota tujuh pendekar bulu tangkis bersama dengan Ferry Sonneville, Lie Poo Djian, Tan King Gwan, Njoo Kim Bie, Olich Solichin, dan Kadir Yusuf.
Mereka tergabung dalam anggota tim Piala Thomas yang merebut gelar tertinggi beregu putra itu pada 1958 ketika menang 6-3 atas Malaysia di Singapura. Setelah itu, Tan memperkuat Indonesia ketika membawa pulang gelar juara Piala Thomas pada tahun 1961 dan 1964.
Tan Joe Hok menjadi pebulu tangkis Indonesia pertama yang mendapat gelar juara di turnamen bergengsi All England pada 1959. Ia juga memenangkan medali emas Asian Games pada 1962 di Jakarta.
Rudy Hartono
Sang Maestro, itulah julukan Rudy Hartono karena kehebatannya dalam bermain bulu tangkis. Atlet asal Surabaya ini memiliki prestasi mentereng yang sampai sekarang belum bisa disamai oleh atlet manapun.
Rudy menjuarai turnamen All England sebanyak delapan kali, tujuh di antaranya secara berturut turut pada 1968-1974. Satu gelar All England terakhir dimenangkan Rudy dengan mengalahkan Liem Swie King pada tahun 1976.
Saat itu, sempat ada kecurigaan bahwa kemenangan itu diberikan King yang masih berusia 20 tahun untuk Rudy yang menjadi seniornya. Sampai saat ini, misteri masih menyelimuti laga tersebut karena King tak pernah berniat untuk menjawab jika ditanya tentang kebenaran mengenai dugaan tersebut.
Rudy mendapat gelar juara dunia pada 1980. Selain itu, ia enam kali tergabung dalam anggota Piala Thomas, empat di antaranya membawa Indonesia menjadi juara. Popularitas yang diraih Rudy sempat membuatnya membintangi film berjudul “Matinya Seorang Bidadari” pada tahun 1971.
Liem Swie King
Liem Swie King mulai mendapatkan perhatian saat lolos ke final All England pada usianya yang baru 20 tahun pada 1976. Saat itu ia kalah dari sang senior, Rudy Hartono.
Namun kegagalan itu hanya sukses yang tertunda. King kemudian meraih banyak gelar bergengsi seperti All England sebanyak tiga kali (1978, 1979, 1981), gelar Asian Games 1978, dan berbagai trofi turnamen lain. Ia masuk dalam anggota tim Piala Thomas sebanyak enam kali, tiga di antaranya turut membawa Indonesia menjadi juara pada 1976, 1979, 1984.
Senjata andalan King adalah pukulan smash yang ia lakukan sambil melompat. Pada era tersebut, melakukan smash dengan cara seperti itu belum banyak dilakukan. Teknik itu akhirnya dikenal dengan istilah “King Smash”.
Ia hanya berusaha menjangkau secepat mungkin saat kok jatuh ke bawah. Memang itu adalah pukulan yang mematikan. Namun konsekuensinya, ia harus memiliki tenaga lebih besar untuk segera bersiap ke tengah lapangan setelah melakukan smash seperti itu.
Tidak hanya hebat sebagai pemain tunggal. King juga cukup sukses sebagai pemain di ganda putra. Ia berpasangan dengan Kartono ketika merebut gelar juara dunia pada 1984 dan 1985. Gelar tersebut kembali ia raih saat berganti pasangan dengan Bobby Ertanto pada 1986.
Bersama Bobby, King juga mendapatkan juara Piala Asia 1987. Pada tahun yang sama ketika berganti pasangan dengan Eddy Hartono, giliran juara SEA Games dan Indonesia Open yang ia bawa pulang.
Popularitas King yang memiliki wajah tampan membuat ia pernah bermain film berjudul “Sakura Dalam Pelukan”. Belakangan, kisah hidupnya ditulis dalam buku dengan judul “King” dan juga menginspirasi film “Panggil Aku King” yang mengangkat tema bulu tangkis.
Alan Budikusuma
Nama Alan Budikusuma sampai kapan pun akan selalu diingat sebagai pebulu tangkis yang pernah mengharumkan nama Indonesia di ajang internasional. Medali emas yang dimenangkan Alan di Olimpiade Barcelona 1992 adalah alasannya.
Pada masa itu sektor tunggal putra Indonesia memiliki stok pemain yang berlimpah. Alan harus bersaing dengan pemain lainnya seperti Joko Suprianto, Ardy B. Wiranata, Hermawan Susanto, Fung Permadi, hingga Hariyanto Arbi.
Pemain asal Surabaya ini, sebelum Olimpiade digelar tidak memiliki prestasi yang benar-benar mencengangkan. Namun, Alan membuktikan kualitas permainannya ketika tampil di Olimpiade Barcelona dan menjadi juara.
Medali emas itu adalah yang pertama buat Indonesia sepanjang keikutsertaan di Olimpiade. Kebahagiaan Alan bertambah karena sang kekasih yang kini menjadi istrinya, Susi Susanti, juga meraih emas di nomor tunggal putri.
Hingga sekarang, prestasi seperti yang diraih mereka, dengan dua medali emas di Olimpiade, belum pernah disamai oleh atlet bulu tangkis Indonesia.
Hariyanto Arbi
Setelah Liem Swie King pensiun pada akhir tahun 80-an, tidak ada lagi pebulu tangkis Indonesia yang memiliki permainan yang sama dengannya. Sampai kemudian muncul Hariyanto Arbi di awal tahun 90-an. Hariyanto Arbi berasal dari keluarga bulu tangkis karena dua kakaknya, Hastomo Arbi dan Eddy Hartono juga adalah pemain andalan Indonesia.
Hariyanto yang memang mengidolakan King, memiliki ciri permainan yang sama, yaitu mengandalkan smash lompat yang menusuk pertahanan lawan. Senjata itu kemudian dikenal dengan julukan “Smash 100 Watt”.
Dengan senjata andalannya itu, Hariyanto meraih gelar All England 1993 dan 1994. Gelar bergengsi lainnya yang ia raih adalah Juara Dunia 1995. Hariyanto juga menjadi andalan dalam Piala Thomas Indonesia ketika menjadi juara pada tahun 1994, 1996, 1998, dan 2000.
Taufik Hidayat
Setelah era Taufik Hidayat, bisa dibilang Indonesia tidak lagi memiliki pebulu tangkis tunggal putra yang ditakuti di dunia. Prestasi paling bergengsi yang diraih Taufik adalah gelar Juara Olimpiade Athena 2004 dan Juara Dunia 2005.
Bersama tim Piala Thomas, Taufik merasakan gelar juara 2000 dan 2002. Menantu dari Agum Gumelar ini juga menjadi juara Asian Games Busan 2002 dan Doha 2006.
Di luar prestasinya tersebut, Taufik punya banyak cerita kontroversial dan sempat membuatnya dijuluki sebagai Bad Boy. Ia kerap mengeluarkan statemen dan kritikan yang membuat kuping pengurus PBSI merah.
Ia juga pernah terlibat perselisihan dengan pengurus PBSI dan masyarakat biasa di luar lapangan. Selain itu, kisah cintanya bersama Wynne Prakusya (atlet tenis), Nola AB Three, dan Deswita Maharani (artis) membuat Taufik dikenal sebagai atlet yang memiliki daya tarik layaknya selebritas.